MENGGUGAT KONSISTENSI METODOLOGI PENAFSIRAN FAZLUR RAHMAN
Oleh: Shohibul Adib, S.Ag. M.S.I
I. Latar Belakang Masalah.
Al-Qur’an adalah sumber utama (source of principal) atau sumber fundamental bagi agama Islam, ia disamping berfungsi sebagai petunjuk (hudan)-antara lain petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, Syari’ah, moral (akhlak) dan lain-lain,- juga berfungsi sebagai pembeda (furqān), (Qs: 2:185), sehingga ia menjadi tolok ukur dan penolakan apa yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad.
Jadi Nabi dimasa hayatnya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) atau dengan kata lain sebagai mufasir awal.
Di Barat, lingkungan kaum oerientalis, juga ditemukan kajian tafsir semacam itu. Kajian tafsir dengan cara mengkaji satu atau beberapa tema menurut al-Qur’an, yang terdapat di Barat diwakili oleh Fazlur Rahman dengan karya tafsirnya Major Themes of The Qur’an.
Sampai di sini, maka permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah: Pertama, Apa karakteristik metodologi penafsiran Fazlur Rahman dalam tafsirnya Major Themes of The Qur’an? Kedua, bagaimana tingkat konsistensi Fazlur Rahman dalam mengaplikasikan metodologinya yang terdapat dalam tafsir Major Themes of The Qur’an?II. Isi.
A. Kaedah Penafsiran dan Aplikasinya.
Kaedah yang ditetapkan Fazlur Rahman dalam tafsir Major Themes of The Qur’an adalah: pertama, mensintesiskan berbagai tema secara logis ketimbang kronologis. Kedua, membiarkan al-Qur’an berbicara mengenai dirinya sendiri, sementara penafsiran hanya digunakan untuk “merangkai ide-ide”.
“Di negeri Arab sebelum kedatangan Islam, yang berarti masa pra-qur’an diturunkan, orang-orang Arab pada masa itu sudah mengenal konsep tentang kerasulan, yang disebutnya dengan profetologi pengetahuan tentang kerasulan”.Dalam menafsirkan tema “Kenabian dan Wahyu” ini, Fazlur Rahman juga terjebak pada penggunaan teori al-Makkiy wa al-Madanniy. Bahkan ketika Fazlur Rahman membahas masalah tentang thagut, dan istilah al-ahzab, juga terjebak ke dalam penggunaan teori al-Makkiy wa al-Madanniy. Ia mengatakan:
“Kebangkitan kembali dan pertanggungjawaban manusia yang terakhir adalah sebuah ide yang sangat sulit diterima oleh orang-orang Arab Jahiliyyah yang berpandangan sekular. Di samping doktrin-doktrin monoteisme (dengan konsekuensinya penyangkalan terhadap Tuhan-Tuhan yang mereka yakini) dan wahyu Allah (karena berserikersmenyatakan al-Qur’an sebagai sihir, sebagai akibat kegoncangan mental yang diderita nabi, dan lain sebagainya), doktrin kebangkitan kembali ini adalah yang paling sulit mereka terima”.
Kutipan di atas, menunjukkan bahwa aktifitas penafsiran Fazlur Rahman mulai terjebak ke dalam masalah kompleksitas kronologi al-Qur’an, yang berarti ia mulai tidak konsisten menggunakan kaedah penafsiran yang dibuatnya sendiri. Sampai di sini penulis sependapat dengan Alford T. Welch yang mengkritik dan mengindikasikan adanya distorsi dalam eksposisi sintesis Fazlur Rahman.
Lahirnya ilmu-ilmu al-Qur’an seperti: Sejarah ilmu al-Qur’an, ilmu asbab al-nuzul, ilmu al-Makkiy wa al-Madanniy, ilmu al-nasikh wa al-mansukh, ilmu al-tartib al-nuzul, ilmu al-mawathin al-nuzul, di kalangan para mufasir (exegesis, interpreter) merupakan salah satu bukti keseriusan mereka dalam upaya memahami al-Qur’an melalui pendekatan sejarah (علم التاريخ).
Menurut al-Wakhidi, tidak mungkin mengetahui tafsir dari suatu ayat tanpa (wukuf) memperhatikan kisahnya dan menerangkan sebab-sebab turunnya. Ibn Daqiq al-Aidi menerangkan sebab turunnya al-Qur’an merupakan jalan (thariqah, manhaj) yang kuat untuk memahami al-Qur’an. Pendapat senada diungkapkan oleh Ibn Taymiyyah yang mengatakan ilmu tersebut dapat memantapkan dalam memahami ayat.
Terkait dengan hal ini, Fazlur Rahman berpendapat bahwa bagian dari tugas untuk memahami pesan al-Qur’an sebagai suatu kesatuan adalah mempelajarinya dengan sebuah latar belakang. Latar belakang baginya adalah aktivitas nabi sendiri dan perjuangannya selama kurang lebih dua puluh tiga tahun di bawah bimbingan al-Qur’an, karena perjuangan nabi sendirilah yang sesungguhnya berhak memperoleh sebutan sunnah. Maka, adalah penting untuk memahami sebaik mungkin millieu Arab pada masa awal penyebaran Islam. Sebab, aktivitas nabi mensyaratkan adanya millieu tersebut. Dengan demikian, Fazlur Rahman menyimpulkan, adat istiadat, pranata-pranata dan pandangan hidup orang-orang Arab pada umumnya menjadi sangat penting untuk memahami aktivitas nabi. Tanpa memahami hal-hal seperti ini, lanjut Fazlur Rahman, usaha untuk memahami pesan yang terkandung dalam al-Qur’an secara utuh merupakan sebuah pekerjaan yang sia-sia. Sebab, al-Qur’an memiliki sebuah latar belakang, sehingga jika seseorang misalnya—menemukan al-Qur’an di kutub utara dan dia bermaksud untuk memahaminya, meskipun dia memahami bahasanya, dia tidak akan berhasil memahami isi kitab suci tersebut secara utuh, holistic.
Sebab lain adalah, situasi historis bagi Fazlur Rahman berarti terkait erat dengan kepentingan golongan, vested interest tertentu yang berlaku pada masa penggal sejarah tertentu untuk memperkuat status quo pemikiran teologi tertentu, pemikiran ini biasanya berlindung di bawah naungan ayat-ayat kitab suci atau hadis nabi yang ditafsirkan sesuai dengan corak pemikiran teologi tertentu.
1. Tidak digunakannya pendekatan historis dan kronologis al-Qur’an dalam tafsirnya adalah salah satu karakteristik yang mendasar dan tersendiri dari metodologi penafsiran Fazlur Rahman yang tidak dimiliki oleh para mufasir lain pada umumnya. Karakteristik lain tafsir tematiknya berbeda dengan tafsir tematik Bintyus Syathi’ yang mengkaji dan menjadikan tema sebagai satu kesatuan surah. Sementara itu, tema-tema yang diangkat Fazlur Rahman adalah tema universal, abstrak, teologis-filosofis, hal ini berbeda dengan karakteristik dari tafsir tematiknya Dawam Rahardjo Ensiklopedi al-Qur’an yang mengangkat tema-tema sosial-empiris, serta tafsir tematiknya Quraish Shihab yang mengkaji tema tentang hukum dan permasalahan kehidupan umat sehari-hari.
2. Kaedah penafsiran Fazlur Rahman yang menekankan pada pendekatan sintesis dari pada kronologis dalam tafsirnya, pada akhirnya tidak diaplikasikan secara serius dan konsisten. Terkait dengan ayat-ayat teologis metafisis, ia sering terjebak pada permasalahan kompleks tentang kronologi al-Qur’an. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat distorsi dalam eksposisi sintesisnya.DAFTAR PUSTAKA
Amal. Taufik Adnan (ed.), “Fazlur Rahman dan Usaha-usaha Neo-modernis Islam Dewasa ini”, dalam Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neo-modernis Islam, Bandung: Mizan, 1992.
____________, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001.
Esposito. John L. (ed.), “Fazlur Rahman” dalam The Oxford Encyclopedya of the Modern Islamic World, New York: Oxford University Perss, 1995.
Farmawi. Abd al-Hayy al-, Al-Bidayah fi Tafsir Maudhu’i, Dirasah Manhajiah Maudhu’iah. Terj. Suryan al-Jamrah. Metode tafsir Maudui: Suatu Pengantar, Jakarta: LsiK, 1994.
Hidayat. Komaruddin, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutika, Jakarta: Paramadina, 1996.
Izutsu. Toshihiko, God and Man in The Koran, Semantic of the Koranic Welstanchaung, Tokyo Minatiku, Keio University, 1964.
Khulli. Amin al-, Manāhij Tajdid fi al-Nahw wa al-Balaghah wa al-Tafsir wa al-Adab, Kairo: Dar al-Ma’rifah, 1961.
Ma’arif. Ahmad Syafi’i, “Neo-Modernisme Islam dan Islam di Indonesia, Mempertimbangkan Fazlur Rahman”, Makalah tt. Sebagaimana dikutip dalam M. Hasbi Aminuddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, Yogyakarta: UII Perss, 2000.
Maududi. Abu al-, Prinsip-prinsip Utama dalam Memahami al-Qur’an, Bandung: al-Ma’arif, 1971.
Montgomery. Watt. W., Pengantar Studi al-Qur’an, terj. Taufik Adnan Amal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995.
Muhsin. Amina Wadud, Qur’an and Womeni, Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1992.
Pangabean. Taufik Adnan Amal dan Syamsul Rizal, Tafsir Kontekstual, Sebuah Kerangka Konsepttual, Bandung: Mizan, 1990.
Qadir. Ahmad ‘Ata ‘Abd al-, At-Tafsir as-Sufi li al-Qur’an (Dirasah wa Tahqiq li Kitab I’jaz al Bayan fi Ta’wil Umm al-Qur’an li Abi al-Ma’ali .. al-Qunawi, Kairo: Dar al-Kutub al-Hadith, 1968.
Qurtubi. Al-, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Kairo: Dar al-Kitab al-‘Arabiy, 1967.
Rahman. Fazlur, “Interpreting the Qur’an”, Inquiry, Mei 1986. “The Qur’anic Concept of God, the Universe and Man”, Islamic Studies, Vol. VI, No. 1, 1967.
____________, “Islam: Challenges and Oportunities”, dalam Islam: Past Influence and Present Challenge, A.T. Welch & P. Cachia (ed.), Edinburgh: Edinburgh University Press, 1979.
____________, “Islamic Modernism: “Its Scope, Method and Alternatives”, International Journal of Middle Eastern Studies. Vol. I No. IV, 1976.
____________, “Menafsirkan al-Qur’an”, terj. Taufik Adnan Amal Metode dan Alternatif Neo Moernis Islam, Bandung: Mizan, 1993.
____________, “The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problem”, Islamic Studies, Vol. VI, No. IV, 1967.
____________, Islam and Modernity:Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago: The University of Chicago Press, 1984, edisi Indonesia Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual, terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 2000.
____________, Major Themes of The Qur’an, Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, edisi II, 1999, edisi Indonesia Tema Pokok Al-Qur’an, terj. Anas Muhyidin, Bandung: Pustaka, 1985.
Raziy. Fakhr al-Din al-, Al-Tafsir al-Kabir, Mesir: al-Mathba’ah al-Mishriyyah, 1983.
Shaleh. Subhi al-, Mabāhis fi Ulūm al-Qur’an, Beirut: Dar al-Ilmi al-Qur’an al-Malayin, 1988. Edisi Indonesia, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
Shihab. M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994.
Syarqawi ‘Iffat Muhammad as-, Ittijāhat al-Tafsir fi Mishra fi al-Ashr al-Ahādis, Kairo: Dar al-Kutub, 1972.
Syathi’. ‘A’isha ‘Abd Rahman Bintyus, Al-Insan fi al-Qur’an, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1970.
Syuyuthi, Al-, Al-Itqān Fi Ulūm Al-Qur’an, Kairo: Dar al-Fikr. Vol.II, t.t.
____________, Al-Jāmi’ al-Shāghir, Ahādis al-Basyir an-Nadzir, Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ al-Kutūb al-Arabiyyah, t.t.
Welch. Alford T., “Qur’anic Studies: Problem and Prospects”, Journal of the American Academy of Religion, Vol. 47, 1979.
____________, The Muslim World. Vol. 74, 1984.
Zarkasyi. Muhammad Ibn Abdullah al-, Al-burhān fi Ulūm al-Qur’an, Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.t.